Senin, 13 Juli 2015

“24 hours a day, seven days a week. No job is too big, no fee is too large." - Ghostbusters






Itu adalah pengertian dari etika kerja yang saya kutip dari sebuah situs ternama dan tidak diragukan lagi keabsahannya, hehe. Sebenarnya, ada dua hal yang akan saya ingin bahas kali ini, yaitu etika kerja dan etika profesi. Tapi saya ingin lebih membahas mengenai etika kerja, jadi etika profesinya hanya mengenai pengertiannya saja ya hehe.


Etika profesi ini pengertiannya tidak jauh berbeda dengan etika kerja. Namun, untuk etika profesi, ia lebih menjurus ke para profesional di bidangnya masing-masing. Kalau cakupan etika kerja itu menyeluruh bagi semua orang, nah kalau etika profesi ini, lebih kepada profesionalnya. Etika profesi atau etika profesional (professional ethics) merupakan suatu bidang etika (social) terapan. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para professional dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Etika profesi pada dasarnya berkaitan dengan penerapan standar moral atau prinsip-prinsip etika yang telah ada ke dalam praktik kehidupan profesi. Etika profesi dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik (code of ethics) atau kode (aturan) perilaku (code of conducts) profesi yang bersangkutan. Meskipun etika profesi dibedakan dari etika kerja, kerangka dan prinsip-prinsip yang dicakup etika profesi tetap dapat diberlakukan sebagai etika kerja.


Berikut perbedaannya yang dapat disimpulkan:

Etika Kerja -> Profesional dan Non Profesional

Etika Profesi -> Profesional dan mempunyai keahlian khusus yang dapat dipertanggungjawabkan. Profesional memiliki karakteristik khusus dari segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional.


Kembali lagi ke etika kerja, terkadang ada yang menyebutnya etos kerja. Nah, etos kerja itu sendiri kalau menurut saya adalah bagaimana sebuah bangsa memandang atau menyikapi sebuah pekerjaan. Dan biasanya, orang dengan etos kerja yang tinggi, menganggap bahwa pekerjaannya merupakan hal yang sangat penting dan bekerja selalu dengan maksimal. Sedangkan orang yang memiliki etos kerja rendah, mereka hanya menganggap pekerjaan itu sebagai sebuah beban dan mereka tidak optimal dalam melakukan pekerjaan mereka.


Mari kita ambil contoh negara dengan etos kerja yang tinggi, yaitu Jepang. Rata-rata pekerja di Jepang menghabiskan waktu mereka di kantor hingga 13 jam dalam satu hari. Mereka memiliki pemikiran bahwa mereka harus optimal dalam bekerja. Sebenarnya, dahulu bangsa Jepang bukanlah bangsa yang memiliki etos kerja yang tinggi. Mereka lebih suka bersantai dibanding bekerja keras. Namun, setelah mereka kalah di Perang Dunia ke-2, mereka bekerja keras untuk membangun lagi kehidupan mereka. Mereka bekerja dengan sangat keras untuk bertahan hidup karena di masa itu perekonomian mereka kacau balau dan banyak sekali pengangguran. Di kondisi yang seperti itu, secara tidak langsung menempa kedisiplinan dan membentuk etos kerja mereka yang tinggi, yang kemudian ditularkan kepada generasi seterusnya melalui konsep moral yang ketat dengan jalur pendidikan. Dan dengan etos kerja dan disiplin yang tinggi tersebutlah sekarang Jepang sudah bisa disejajarkan kedudukannya dengan negara-negara di Eropa dan dengan Amerika Serikat.


Berikut adalah prinsip-prinsip yang dianut oleh bangsa Jepang hingga mereka menjadi seperti sekarang ini.

Prinsip Bushido
Prinsip tentang semangat kerja keras yang diwariskan secara turun- menurun. Semangat ini melahirkan proses belajar yang tak kenal lelah. Awalnya semangat ini dipelajari Jepang dari barat. Tapi kini baratlah yang terpukau dan harus belajar dari Jepang.

Prinsip Disiplin Samurai
Prinsip yang mengajarkan tidak mudah menyerah. Para samurai akan melakukan harakiri (bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Hal ini memperlihatkan usaha mereka untuk menebus harga diri yang hilang akibat kalah perang. Kini semangat samurai masih tertanam kuat dalam sanubari bangsa Jepang, namun digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan bangsa Jepang menjadi bangsa yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya yang minim juga tak menyerah pada berbagai bencana alam, terutama gempa dan tsunami.

Konsep Budaya Keishan
Perubahan secara berkesinambungan dalam budaya kerja. Caranya harus selalu kreatif, inovatif, dan produktif. Konsep Keisan menuntut kerajinan, kesungguhan, minat dan keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu belajar dari orang lain.

Prinsip Kai Zen
Mendorong bangsa Jepang memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan. Setiap pekerjaan perlu dilaksanakan dan diselesaikan sesuai jadwal agar tidak menimbulkan pemborosan. Jika tak mengikuti jadwal, maka penyelesaian pekerjaan akan lambat dan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perusahaan di Jepang menerapkan peraturan “tepat waktu”. Inilah inti prinsip Kai Zen: optimal biaya dan waktu dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.


Dan sebenarnya, etos kerja yang tinggi ini sudah menjadi ‘candu’ bagi bangsa Jepang. Banyak juga sebenarnya pekerja yang tidak melakukan apa-apa hanya duduk-duduk saja di kantor sepanjang hari, tak mengerjakan hal penting, dan lain sebagainya hanya demi semangat kerja tim dan dianggap memiliki etos kerja yang tinggi seperti orang-orang yang memang memiliki etos kerja yang tinggi. Dan hal ini juga menyebabkan kurangnya produktivitas dari pekerja tersebut.


Menurut saya sih, etos kerja itu sebenarnya harus datang dari diri kita sendiri. Bukan karena alasan seperti karena bangsa kita sudah terkenal dengan etos kerjanya yang tinggi, kita juga harus bisa seperti itu, tapi dengan terpaksa. Seharusnya etos kerja yang tinggi itu sendiri harus datang dari dalam diri kita agar apa pun yang kita kerjakan bisa selesai dengan optimal dan kita harus mengerjakannya secara maksimal.



References:






Tidak ada komentar:

Posting Komentar